Jumat, 23 November 2018

Cerita Keluarga Ceria #1

Jam menunjukan pukul 03.00. Wow ... harus segera bangun dan mempersiapkan segalanya. Pagi itu adalah pagi yang penuh semangat, sampai-sampai anak saya juga sudah bangun duluan di jam 4 pagi sebelum dibangunkan. Mau lihat jerapah katanya.
Pukul 05.00 semua sudah ready. Sholat subuh sudah, berpakaian rapih sudah, bekal pun sudah siap. Cap cuuuuus....berangkat menuju stasiun cikampek. Tak perlu antri lama membeli tiket dan menunggu kereta datang karena kereta yang akan mengantar kami ke jakarta sudah standby di peron 4. Alhamdulillah situasi di dalam gerbong tidak seramai jika long weekend biasanya, padahal hari tsb adalah long weekend. Sehingga tempat duduk tersedia dan bebas memilih.
Perjalan menggunakan moda transportasi masa paling murah ini (kereta api) adalah favorit keluarga ceria (keluarga kami). Mau itu kelas ekonomi, bisnis atau eksekutif bukan masalah bagi kami untuk tour menggunakan moda tersebut. Always ceria itulah moto kami sehingga kami mengikrarkan nama keluarga kami adalah keluarga ceria. Berharap selalu dalam suasana ceria dan mampu memberikan keceriaan kepada lingkunagn dimana kami berada. Tak terasa satu setengah jam berlalu kami tiba di stasiun pasar senen. Di stasiun tsb kami rehat sejenak makan sedikit bekal kami karena memang di rumah sebelum berangkat tak sempat sarapan. Setelah rehat sejenak kami melanjutkan perjalanan kembali menggunaka commuter line menuju stasiun pasar minggu. Kami menaiki commuter line jurusan pasar senen - bogor. Setelah sampai pasar minggu kami langsung menaiki angkot jurusan ragunan. Oya sebagai tips jika akan naik angkot jurusan ragunan jangan naik di depan stasiun, tapi naiklah dari jalan seberang pasar minggu. Kenapa, pertama jika naik dari depan stasiun kemungkinan anda salah naik angkot tinggi, karena angkot di depan stasiun tsb ada yang menuju lawan arah angkot yang menuju ragunan yaitu angkot menuju TMII. Hal itu yang kami alami saat pertama kali ke ragunan melewati jalur pasar minggu. Kami salah naik angkot ke arah TMII. Yah itu semua karena malu bertanya sesat dijalan. Yang kedua, menurut informasi pedagang asongan di sana, jika naiknya dari depan stasiun akan kena tarif angkot yang tidak wajar. Apalagi anda bepergiannya dalam jumlah orang banyak. Sangat terlihat bahwa anda akan piknik ke ragunan. Anda akan ditembak harga tinggi, yang biasanya pasar minggu ke ragunan hanya 4000 anda akan kena tarif 7000 sampai 8000 per orang.
Akhirnya tiba kami di taman marga satwa ragunan. Info yang saya ambil dari detik news.com bahwa taman marga satwa ragunan adalah yang terbesar ke 2 setelah taman marga satwa di kanada. Dan menurut saya mungkin juga yang termurah, bayangkan hanya Rp 4000. Dan tarif ini sudah berlaku sejak 2003. Kami sudah kali ke 7 berkunjung ke ragunan sejak 2013, dan belum pernah harga tiket masuk naik. Semoga pelayanan atas pengunjung dan fasilitas baik buat pengunjung, satwa, dan juga pegawai taman tetap bisa baik dan terus dikembangkan. Biar seperti taman marga satwa di negara-negara maju.






Setiap sudut taman kami sambangi, setiap kandang hewan kami datangi dan tak terasa kami sudah berada di area paling belakang taman tepatnya dekat kandang kudanil. Letih kaki ini mulai terasa. Kami kembali istirahat sambil menaiki perahu angsa di tengah danau buatan. Lalu kami melanjutkan perjalanan menyisir sisi selatan taman sambil mengarah kembali ke pintu gerbang utara dimana kami masuk. Kami sempatkan berinteraksi dengan rusa sekedar memberi makan rumput yang kami cabut dari area sekitar taman. Ekspresi sangat gembira sekali yang ditunjukan anak kami saat kami ajak ia memberi makan rusa.







Tiba kami di pintu utara taman marga satwa ragunan. Dan waktunya kami kembali pulang ke cikampek tercinta. Letih, kaki pegal, punggung nyeri adalah oleh-oleh yang kami bawa pulang. Tapi itu kami lakukan dengan penuh keceriaan.
Semoga Allah SWT selalu memberikan kami kesehatan, riski yang cukup, serta keceriaan untuk trip selanjutnya.


Wa'alaikum salam.

#RendiMotret
#keluargaceria


Jumat, 16 November 2018

Kamera Apa Yang Cocok Buat Pemula ?

Kamera apa yang cocok buat pemula ? Pertanyaan yang mungkin sudah sering didengar oleh orang yang berkecimpung di dunia seni melukis dengan cahaya alias tukang foto alias fotografi. Entah apapun motif dibalik pertanyaan itu, yang jelas pertanyaan itu selalu saja muncul meski sudah banyak orang mengulas dalam berbagai diskusi.
Saya bukanlah expert dalam dunia fotografi. Disini saya mencoba berbagi pengalaman saya saat awal mengenal dunia fotografi. Dan bagaimana saya memutuskan untuk memilih salah satu kamera yang menurut saya pada waktu itu paling pas buat saya.

Melihat dan banyak mendengar, berhenti bicara.

Banyak melihat dan mendengar adalah pilah langkah awal saya memasuki dunia fotografi. Banyaklah melihat referensi foto-foto dari manapun dan dari jenis apapun, baik melalui internet atau pameran foto. Dengan banyak melihat koleksi foto, mata dan memori otak saya banyak merekam foto-foto dari berbagai tema dan jenis. Hal ini memperkaya persfektif saya dalam melihat foto.
Banyak mendengar. Waktu itu saya banyak mendaftar di komunitas fotogfrafi online sebagai member, meskipun waktu itu saya belum memiliki kamera sekelas fotografer. Setidaknya ada empat komunitas yang saya masuki. Di dalamnya saya benyak membaca artikel dan tulisan-tulisan diskusi seputar fotografi. Melalui ini saya banyak belajar terkait teori fotografi mulai dari three rules (ISO, speed, diafragma), komposisi foto, hingga lighting.
Berhenti bicara. Sebagai pemula yang baru masuk dunia fotografi saya sadar diri, dalam komunitas tak perlu banyak komentar, mengulang pertanyaan yang sudah banyak dibahas dalam forum diskusi, apalagi mengkritisi. Belajar itu butuh proses, jangan merasa jika sudah memiliki DSLR maka bisa mebandingkan diri sendiri dengan fotografer yang lain.

Tentukan pilihanmu.

Dari bekal informasi yang saya dapat dari berbagai forum diskusi maka saya menentukan pilihan kamera tipe apa yang harus saya miliki di awal memasuki dunia fotografi. Yah, pilihan saya jatuh pada kamera SLR analog.
WHY ? Saya kagum dengan para fotografer yang saat dia masuk dunia fotografi era digital belum sebesar saat ini. Bagaimana ketajaman insting mereka terhadap cahaya, terhadap moment, serta keterampilan mereka mengolah three rules. Apa yang mereka capture tidak bisa langsung dilihat untuk dikoreksi. Butuh proses yang cukup panjang dan keahlian yang terampil dalam menjadikan negatif film menjadi foto cetak yang dapat dilihat. Tidak seperti era digital saat ini. Gambar diambil lalu langsung bisa dilihat pada display kamera untuk dikoreksi, jka tidak sesuai maka langsung delete dan gambar diambil lagi. Paling-paling hanya ketinggalan moment saja.
Bayangkan jika menggunakan kamera analog. Tidak tepat melakukan setup kamera, bukan saja ketinggalan moment, kondisi pemotretan bisa berubah dan tak lagi sama karena hasil foto tidak dapat langsung dikoreksi.
Saya beruntung masih bisa merasakan dunia kamera analog. Meskipun harus berjuang lebih mendapatkan kameranya dan bahkan rol filmnya. Karena dunia digital sudah mulai melakukan ekspansinya dengan iming-iming kemudahannya dalam beroperasional. Setelah hampir 2 tahun saya banyak melakukan trial and error dengan kamera analog, saya memustuskan untuk masuk ke era digital dengan membeli DSLR.

Terus belajar, fotografi itu tidak hanya memotret model cantik.

Berkumpul dengan komunitas adalah cara paling mudah dan murah untuk belajar. Disamping bisa mendapat ilmu dari pengalaman orang dengan gratis, fee buat model pun bisa ditekan seminimal mungkin karena ditanggung bareng-bareng.
Fotografi itu tidak hanya motret model cantik. Model seorang nenek tua penjual sayur di pasar pun bisa menjadikan foto kita bernilai tinggi. Bahkan national geographic pun membayar mahal para fotografer kontributornya untuk memotret dunia satwa liar.

Fotografi adalah kegiatan yang sangat mahal jika kalian melihatnya hanya dari sudut pandang kamera DSLR. Tetapi fotografi adalah kegiatan yang menyenagkan dan sangat murah jika kalian melihat dari sudut pandang seni yang tak mengenal keterbatasan selain norma-norma.


Wa'alaikum salam.
Rendi Motret